Hampir dua ribu tahun setelah ditulis, Meditations tetap relevan bagi kita manusia abad 21. Salah satu buku paling berpengaruh di dunia, goresan pena kaisar Romawi ini bernapaskan filsafat Stoa yang ia gunakan dalam mengatasi berbagai masalah hidupnya sebagai seorang ksatria dan administrator dari sebuah kekaisaran.
Menaiki takhta pada tahun161 M, Marcus Aurelius (121–180 M) mendapati pemerintahannya dikepung oleh bencana alam dan peperangan.Menghadapi tantangan itu, ia menuliskan catatan-catatan pribadi yang ia tujukan kepada dirinya sendiri. Tak dinyana, sang kaisar berhasil menorehkan12 bab meditasi yang menekankan pencarian kedamaian diri dan kepastian etika di tengah-tengah dunia yang tampak kacau-balau.
Buku ini, Tafakur Seorang Kaisar, bukanlah koleksi lengkap dari Meditations, melainkan kumpulan terpilih dari karya tersebut. Dengan pendahuluan yang menjelaskan hidup dan buah pena sang kaisar, buku kumpulan meditasi terpilih ini memungkinkan pembaca menemukan (kembali) pemikiran agung yang praktis dan mencerahkan tanpa harus bergelut dengan ilmu filsafat yang kering.
Bacaan wajib untuk para pencari kebenaran dan pemelajar seni kehidupan. Juga untuk para pemimpin dan calon pemimpin.
Marcus Aurelius (26 April 121-17 Maret 180 M) merupakan kaisar Romawi dari 161 hingga 180 M. Bagi lintas generasi di Barat, Aurelius menyimbolkan era keemasan Kekaisaran Romawi.
Pemelajar filsafat sedari mudanya, ia banyak dipengaruhi oleh Epictetus, seorang pemikir Stoa. Reputasinya sebagai filsuf berasal dari Meditations, yang ditulisnya pada periode selanjutnya masa pemerintahannya. Kecil kemungkinan Aurelius bermaksud menerbitkan tafakur atau refleksi pemikirannya itu; dan itu sebabnya karya tersebut tidak memiliki judul resmi. Meditations merupakan salah satu judul yang kerap disematkan pada kumpulan tulisan tersebut.
Marcus Aurelius meninggal dunia pada 180, ketika tengah melakukan kampanye peperangan terhadap suku-suku barbar di perbatasan utara kota Roma.